Kabar Islam Terupdate - Terkadang kondisi ekonomi dalam keluarga tidak selalu stabil, ada kalanya kita harus melakukan pinjaman guna memenuhi kebutuhan sehari - hari, hal itu dapat digolongkan sebagai keadaan yang lumrah.
tapi bagaimana jika dalam keluarga kita mempunyai seorang istri yang hobbi nya berhutang, apa yang harus dilakukan oleh suami dan apa hukumnya bagi seorang suami membayar Hutang Istri diluar dari kebutuhan dan keperluan sehari - hari?
Apakah suami wajib melunasi utang istri? Trim’s
Jawab:
Bismillah was shalatu was salamu ‘ala Rasulillah, wa ba’du,
Maksud pembahasan ini adalah salah satu, baik suami atau istri memiliki utang apakah suami wajib menanggung utang istri? Dan sebaliknya, apakah istri juga dituntut untuk menanggung utang suami?
Titik masalahnya adalah apakah utang termasuk dalam nafkah? Jika itu masuk dalam bagian nafkah, berarti pihak yang wajib memberi nafkah, harus menanggung utang itu.
Pertama, Apakah istri menanggung utang suami?
Istri, berapapun harganya tidak berkewajiban untuk menanggung nafkah suaminya. karena harta istri menjadi murni milik istri. Allah menegaskan bahwa harta istri murni menjadi miliknya, dan tidak ada seorangpun yang boleh mengambilnya kecuali dengan kerelaan istri. Dalil kesimpulan ini adalah ayat tentang mahar,
وَآتُوا النِّسَاءَ صَدُقَاتِهِنَّ نِحْلَةً فَإِنْ طِبْنَ لَكُمْ عَنْ شَيْءٍ مِنْهُ نَفْسًا فَكُلُوهُ هَنِيئًا مَرِيئًا
Berikanlah maskawin (mahar) kepada wanita (yang kamu nikahi) sebagai pemberian dengan penuh kerelaan. Kemudian jika mereka menyerahkan kepada kamu sebagian dari maskawin itu dengan senang hati, maka makanlah (ambillah) pemberian itu (sebagai makanan) yang sedap lagi baik akibatnya. (QS. An-Nisa: 4)
Jika harta mahar, yang itu asalnya dari suami diberikan kepada istrinya, tidak boleh dinikmati suami kecuali atas kerelaan hati sang istri, maka harta lainnya yang murni dimiliki istri, seperti penghasilan istri atau warisan milik istri dari orang tuanya, tentu tidak boleh dinikmati oleh suaminya kecuali atas kerelaan istri juga.
Dengan demikian, istri tidak wajib menanggung utang suami. Karena istri tidak wajib menafkahi suaminya.
Kedua, Apakah suami istri menanggung utang istri?
Kembali ke pertanyaan, apakah utang termasuk bagian dari nafkah?
Kita simak batasan nafkah,
Dalam hadis dari Muawiyah bin Haidah radhiyallahu ‘anhu, beliau bertanya kepada Nabishallallahu ‘alaihi wa sallam,
‘Ya Rasulullah, apa hak istri yang menjadi tanggung jawab kami?’
Jawab Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam,
أَنْ تُطْعِمَهَا إِذَا طَعِمْتَ وَتَكْسُوَهَا إِذَا اكْتَسَيْتَ أَوْ اكْتَسَبْتَ وَلَا تَضْرِبْ الْوَجْهَ وَلَا تُقَبِّحْ وَلَا تَهْجُرْ إِلَّا فِي الْبَيْتِ
“Engkau memberinya makan apabila engkau makan, memberinya pakaian apabila engkau berpakaian, janganlah engkau memukul wajah, jangan engkau menjelek-jelekkannya (dengan perkataan atau cacian), dan jangan engkau tinggalkan kecuali di dalam rumah.”(HR. Ahmad 20013, Abu Daud 2142, dan dihasankan Syuaib al-Arnauth).
Dalam Fatawa Islam ditegaskan,
والنفقة تشمل : الطعام والشراب والملبس والمسكن ، وسائر ما تحتاج إليه الزوجة لإقامة مهجتها ، وقوام بدنها
Nafkah mencakup: makanan, minuman, pakaian, tempat tinggal, dan segala sarana yang menjadi kebutuhan istri untuk hidup dengan layak. (Fatawa Islam no. 3054).
Berdasarkan pengertian di atas, utang istri bisa kita bagi menjadi 2:
[1] Utang karena untuk mencukupi kebutuhan hidupnya dan anak-anaknya
Misalnya, suami selama berbulan-bulan tidak memberikan nafkah kepada istrinya, kemudian sang istri berutang untuk bisa mendapatkan makanan. Dalam posisi ini, suami wajib menanggung utang istrinya. Karena hakekatnya utang itu disebabkan suaminya yang tidak mencukupi kebutuhan istrinya.
[2] Utang di luar kebutuhan hidup
Misalnya istri berutanng untuk menambah perabotan, untuk menambah koleksi baju, koleksi perhiasan, koleksi…koleksi…
Apakah utang ini masuk bagian nafkah?
Utang semacam ini bukan termasuk bagian nafkah, sehingga suami tidak wajib melunasinya.
Dalam Fatawa Syabakah Islamiyah dinyatakan,
فلا يجب على الزوج قضاء دين زوجته، إلا أن يتبرع بذلك إحسانا إليها، طالما كان دينها خاصا بها، ولم يكن بسبب إهماله في النفقة الواجبة عليه شرعا
Suami tidak wajib melunasi utang istrinya, kecuali jika suami berbaik hati memberikan santunan untuk istrinya. Selama utang itu terkait pribadi istrinya semata, dan tidak disebabkan sikap suami yang menelantarkan istrinya dalam memberikan nafkah wajib. (Fatwa Syabakah Islamiyah, no. 295159)
sumber : http://www.redaksimuslim.com