Memakai kacamata bisa jadi merepotkan bagi banyak orang dan mengganggu penampilan. Karena itu tak sedikit orang yang memilih menggunakan lensa kontak. Padahal perawatan lensa kontak justru lebih rumit dan merepotkan dibandingkan kacamata. Pemakai lensa kontak harus sangat berhati-hat dalam pemakaian dan perawatannya, terutama dalam hal kebersihan. Kelalaian dalam menjaga kebersihan lensa kontak bisa berakibat fatal seperti yang dialami oleh seorang model ini.
Sungguh malang nasib gadis bernama Viva Permata Dona yang masih berusia 23 tahun. Dirinya harus menerima kenyataan pahit, di usianya yang masih muda harus kehilangan penglihatan kedua matanya. Kenyataan pahit ini berawal dari seringnya memakai softlens, (lensa kontak dari kaca atau plastik yang berbentuk melengkung).
Mimpi gadis yang sempat kuliah di Universitas Tridarma sampai semester V ini harus pupus sebab merasa putus asa terhadap kenyataan yang menimpa dirinya. Dona selain sempat berkuliah juga harus membanting tulang dengan bekerja sebagai penyanyi, model bahkan pernah menjadi bintang figuran di beberapa film di Jakarta.
Saat Balikpapan Pos menyambangi kediamannya yang beralamat di jalan Sulawesi (Gang Buntu) RT 40 No 18 Kelurahan Karang Rejo, Dona hanya tertidur lemas di atas sebuah kasur kecil yang tampak sudah kempes busanya.
Saat Balikpapan Pos menyapa, Dona langsung bangun dari tidurnya dan duduk bersandar. Dia bercerita kepada media ini bahwa mulanya dirinya mengalami sakit pada mata sebelah kanan sekitar bulan Juli 2013. Mata sebelah kanannya sakit karena dirinya gemar menggunakan kontak lensa atau soflens saat bekerja.
“Saya biasanya dulu kalau kerja suka pakai soflens kak, nah pulangnya sering larut malam dan kecapean akhirnya saya suka lupa mencopot soflensnya sampai saya terbangun esok pagi,” kata Dona menceritakan awal dirinya sakit mata hingga buta permanen.
Dia juga menceritakan, awalnya matanya sering merah namun dibiarkan saja karena berpikir bahwa nanti akan sembuh dengan sendirinya. Namun ternyata malah sebaliknya matanya yang sebelah kanan mulai terasa kabur dan akhirnya dalam tempo 1 bulan mata Dona yang bagian kanan sudah tidak bisa melihat sama sekali.
“Saya biarkan aja awalnya, tapi kelamaan kok kabur saya rasa terus gelap, tapi saya pikir ah mungkin biasa aja nanti juga akan sembuh sendiri jadi saya tidak memberitahu mama,” jelas Dona.
Keadaan ini berlangsung sampai berbulan-bulan, dan setelah 1 bulan akhirnya Dona bercerita kepada ibunya. Saat ibunya yang bernama Merlianti (49) mengetahui mata kanannya tidak bisa melihat dirinya pun mengajak anaknya untuk berobat ke rumah sakit namun ditolak oleh Dona dengan alasan nanti akan sembuh sendiri.
Dona yang tinggal hanya berdua dengan ibunya di sebuah kontrakan karena ayah dan ibunya sudah bercerai semenjak Dona masih duduk dibangku SMP, memutuskan ke dokter atau rumah sakit untuk memeriksakan matanya saat mata kirinya sudah mulai kabur.
“Itu sekitar bulan Oktober akhir tahun 2014, namun ternyata terlambat mata saya yang sebelah kanan sudah tidak bisa terobati karena syaraf mata dan retinanya sudah rusak. Walaupun sampai harus donor matapun sudah tidak bisa sembuh lagi,” tutur Dona.
Sementara itu Dona menjelaskan bahwa mata kirinya yang juga sudah mulai kabur saat diperiksa oleh Dokter Balikpapan akhirnya dinyatakan harus segera di operasi karena retina dan syaraf matanya lepas dan harus segera di operasi di Jakarta. Keinginannya untuk sembuh sangat sulit karena Dona dan ibunya mengalami kesulitan dana walaupun biaya rumah sakit menggunakan BPJS.
“Untuk kehidupan sehari-hari selama Dona harus berobat itu yang sangat memberatkan kami,” kata Merlianti.
Merlianti sang ibu sempat membantu kakaknya berjualan nasi di depan Polsek Utara, namun karena kakaknya ditinggal meninggal suaminya sehingga usaha warung nasi tersebut tutup. Kemudian dirinya mencoba hidup dengan Dona dengan berjualan kecil-kecilan hanya untuk sekedar makan sehari-hari dengan penghasilan pas-pasaan.
Pada saat kejadian itu Dona dan ibunya sering memeriksa penyakit matanya itu ke praktik mata di jalan Ahmad Yani depan hotel New Benakutai, namun dokter menyarankan untuk membeli kaca mata agar Dona lebih mudah untuk melihat. Tetapi karena keterbatasan dana sehingga kacamata yang disarankan akhirnya tidak terbeli.
Dona juga memeriksa ke sejumlah Rumah Sakit yang ada di Kota Minyak, dokter menyarankan agar mata kanannya dan kirnya itu harus dioperasi dan kalau tidak akan mengalami buta permanen.
“Awalnya saya ajak dia memeriksa matanya ke Rumah Sakit Restu Ibu tetapi dirujuk ke RSKD Balikpapan, matanya itu sudah dioperasi di RSKD Balikpapan 2 kali, tetapi dokter malah merujuknya lagi untuk operasi di Jakarta yaitu Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo (R.S.C.M) Jakarta,” jelas Merlianti, sedih.
Setelah kebingungan dana saran dari dokter untuk memeriksa ke (R.S.C.M) Jakarta, tetapi ibunya Dona tetap berusaha agar mata anaknya cepat sembuh dan melihat indahnya dunia, mendapatkan dana dari teman teman Dona dan mereka berangkat dari Balikpapan menuju Jakarta.
Sesampainya di sana Dona dan ibunya dibantu oleh bapak angkatnya Dona di Jakarta. Dona cuma dikasih dana oleh bapak angkatnya untuk makan dan untuk kehidupan sehari-hari. Di sana ia juga menginap di sebuah rumah dan itu rumah temannya Dona waktu dia di Jakarta.
Tetapi untuk ke Rumah sakit Cipto Mangunkusumo sangat jauh dari rumah temannya Dona sehingga memakan dana yang cukup besar untuk pergi ke RSCM. Pada saat sampai di RSCM, Dona dan ibunya mencari tempat singgahan dan per harinya dikenakan biaya Rp 15.000,- untuk penginap dari luar daerah Jakarta.
Nah sahabat medianda semoga kejadian diatas bisa menjadi pelajaran berharga bagi siapa saja dan bisa diambil hikmahnya. Semoga bermanfaat.
Sumber:Balikpapan.prokal