Kategori

Dekat Wilayah Kota, Kakek Tarso Hidup di Gubuk Berbahan Plastik

By On Juli 09, 2020




SEORANG laki-laki dan perempuan tampak tengah bersantai. Mereka duduk pada alas bekas spanduk partai politik di bawah rimbun pepohonan. Di sampingnya, terdapat gubuk reyot berbahan plastik. Ukurannya hanya sekitar 1 x 3 meter.

Ya, gubuk tersebut menjadi tempat tinggal mereka untuk berteduh dan tidur saat malam tiba. Lalu, ada juga ruangan yang berfungsi sebagai dapur dengan sekat yang lagi-lagi berbahan plastik. Mereka adalah Tarso, 70, dan Sugiyani, 41, yang sudah menempati gubuk di pinggir tebing Sungai Banjaran itu selama lima tahun. Keduanya tak memiliki rumah.

 Lokasi mereka secara administratif berada di wilayah perkotaan yakni Kelurahan Kedungwuluh, Kecamatan Purwokerto Barat, tetapi daerahnya agak terpencil. Untuk sampai gubuk mereka harus berjalan kaki sekitar satu kilometer dari jalan desa, kemudian melewati sawah dan jalan setapak di perkebunan. "Beruntung saat ini mulai tidak hujan, sehingga kalau tidur tidak was-was. Pada musim penghujan, gubuk ini bocor, sehingga jelas tidak bisa tidur pulas," ungkap Sugiyani saat ditemui, Rabu (8/7).

Jika malam tiba, suasana sekitar rumah sangat sepi, karena memang jauh dari permukiman penduduk. Listrik pun tak ada, hanya mengandalkan nyala lilin. "Untuk penerangan malam hari, kami hanya mengandalkan lilin. Jika hujan, maka tidak mungkin hidup lilinnya," imbuhnya. Baca juga:  Masyarakat Diimbau Tetap Hidup Sehat dan Bersih Pascapandemi Tarso pun urun suara, memilih berada di gubuk tersebut karena tidak memiliki rumah yang layak. Ia mengaku sudah meminta izin dengan pemilik tanah sehingga tak perlu membayar biaya sewa.

 "Saya kemudian membuat gubuk sebagai tempat istirahat jika malam datang. Bahannya ya seperti ini, hanya menggunakan plastik. Memang kalau hujan dipastikan bocor. Tetapi mau bagaimana lagi, saya harus menerima kondisi," ungkap Tarso.

Ia mengaku tidak memiliki penghasilan tetap. Alih-alih untuk menyewa rumah atau memilikinya, kebutuhan sehari-hari kadang tidak dapat terpenuhi. "Saya kerjanya hanya memancing sidat. Kalau dapat lumayan, satu kilogram (kg) bisa dijual Rp200 ribu. Jika tidak dapat, belum rezekinya. Dijalani saja, yang penting saya di sini masih diperbolehkan.

 Apalagi diberi izin menanam singkong juga," ujarnya. Ia mengaku tidak mendapat bantuan dari pemerintah. Kalau ada cerita pada saat pandemi banyak bantuan dikucurkan, dirinya mengaku tidak mendapatkan. "Seingat saya pernah mendapat bantuan sembako tetapi sudah lama. Jika selama pandemi sekarang, saya tidak memperoleh. Ya, mau bagaimana lagi. Mungkin mereka tidak tahu rumah saya di sini," pungkasnya.(OL-5)

Sumber: https://mediaindonesia.com/read/detail/326575-dekat-wilayah-kota-kakek-tarso-hidup-di-gubuk-berbahan-plastik

Next
« Prev Post
Previous
Next Post »
close
==[ Klik disini 1X ] [ Close ]==